Kaya dan Miskin: Dua Tunggangan Ibadah Menuju Rida Allah Azza Wajalla
Page 5
Ilustrasi simbolis dua jalan yang setara: satu jalan kekayaan (emas) untuk berderma, dan jalan kefakiran (kesederhanaan) untuk bersabar, sesuai konsep Kaya dan Miskin Dua Tunggangan.

Kaya dan Miskin: Dua Tunggangan Ibadah Menuju Rida Allah Azza Wajalla

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Hampir setiap insan di dunia ini memiliki standar yang sama terhadap harta: kaya adalah kebahagiaan, sedangkan miskin adalah musibah. Pandangan ini telah mengakar kuat, seringkali menjebak kita dalam perlombaan dunia yang melenakan. Namun, seorang hamba yang imannya telah teruji dan pandangan syar’i-nya tajam, akan melihat harta dan kefakiran dari perspektif yang jauh berbeda, perspektif ibadah.

Inilah yang diajarkan oleh ulama besar, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah, yang memandang bahwa posisi harta dan kefakiran hanyalah wasilah (perantara) untuk menggapai derajat tertinggi di sisi Allah. Ia menegaskan bahwa Kaya dan Miskin Dua Tunggangan yang sama-sama berharga.

Dua Tunggangan, Satu Tujuan: Pengujian Ketaatan

Ibnu Qayyim rahimahullah memberikan nasihat emas yang merombak cara pandang kita terhadap takdir rezeki. Beliau tidak menolak kekayaan, pun tidak meratapi kefakiran, melainkan melihat keduanya sebagai medan amal yang setara.

Beliau berkata:

الْفَقْرُ وَالْغِنَى مَطِيَّتَانِ مَا أُبَالِي أَيُّهُمَا رَكِبْتُ، إِنْ كَانَ الْفَقْرُ فَإِنَّ فِيْهِ الصَّبْرَ، وَإِنْ كَانَ الْغِنَى فَإِنَّ فِيْهِ الْبَذْلَ

“Kefakiran dan kekayaan itu dua tunggangan, aku tidak perduli mana diantara keduanya yang aku jadikan tunggangan. Jika kefakiran maka sesungguhnya di dalamnya ada kesempatan untuk bersabar dan jika kekayaan maka di dalamnya ada kesempatan untuk berderma.” (Tahdzhib Madarij As-Salikin: 2/604)

Pernyataan ini adalah puncak dari kezuhudan yang sesungguhnya. Seorang hamba yang ikhlas hanya peduli pada ketaatan, bukan pada kondisi duniawi yang ia miliki. Baik Kaya dan Miskin Dua Tunggangan yang bisa mengantarkannya menuju surga, asalkan ia menunaikan hak-hak dari kondisinya tersebut.

Baca Juga : Ujian Akhir Zaman: Ketika Manusia Tak Lagi Peduli Sumber Harta Halal atau Haram

Kekayaan (Al-Ghina): Ladang Syukur dan Pengorbanan

Jika seseorang ditakdirkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadi kaya, maka kekayaan tersebut adalah ujian berupa peluang yang sangat besar untuk beramal. Ujiannya bukan lagi mencari, melainkan mengelola dan mengorbankan.

Kekayaan adalah tunggangan untuk:

  1. Syukur (Ash-Shukr): Menggunakan harta di jalan yang diridai Allah Azza Wajalla.
  2. Berderma (Al-Badzl): Menunaikan zakat, bersedekah, berinfak untuk dakwah, dan membantu sesama.

Seorang hamba yang kaya dan bersyukur, ia adalah sebaik-baik manusia. Dalam konteks ekonomi syariah yang kami usung di Asy-Syirkah, kekayaan yang diupayakan haruslah kekayaan yang berkah, didapat dari Muamalah Syariah yang transparan, sehingga menjadi Badzl yang diterima di sisi-Nya.

Kefakiran (Al-Faqr): Arena Kesabaran

Sebaliknya, jika seseorang ditakdirkan Allah Azza Wajalla dalam kefakiran, ini adalah arena terbesar untuk melatih kesabaran. Kefakiran bukan hukuman, melainkan ujian untuk menguji seberapa besar keyakinan hamba kepada janji rezeki-Nya.

Kefakiran adalah tunggangan untuk:

  1. Sabar (Ash-Shabr): Menerima takdir tanpa mengeluh dan tanpa mengambil jalan haram (seperti riba atau utang pinjol).
  2. Qana’ah: Merasa cukup dengan yang ada dan menjauhi sifat tamak.

Baca Juga : Amalan Paling Utama: Keutamaan Dzikir di Pasar Bagi Pejuang Muamalah Syariah

Pentingnya Muamalah Syariah dalam Menghadapi Ujian Harta

Bagi Shohibus Syirkah di Asy-Syirkah dan seluruh praktisi koperasi syariah, nasihat ini memberikan panduan etika. Tujuan kita bukan hanya sekadar kaya, tetapi kaya yang halal dan bersyukur.

Menjauhi riba dan segala bentuk kecurangan dalam muamalah adalah bentuk kesabaran dan ketaatan tertinggi dalam ekonomi. Baik kaya maupun miskin, kita wajib menjaga harta agar bersih, karena hanya harta yang halal yang akan membawa keberkahan dan menjadi bekal menuju tunggangan Surga.

Sesungguhnya, keutamaan bagi seorang hamba adalah senantiasa berusaha menjadi yang terbaik, baik dalam keadaan kaya maupun miskin.

Sumber Rujukan:

  1. Nasihat Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah dalam Tahdzhib Madarij As-Salikin: 2/604.
  2. Shahih Fiqih: https://shahihfiqih.com/jadikan-kondisimu-untuk-meraih-amal-terbaik/
Tentang Penulis
Picture of Asy-Syirkah Indonesia
Asy-Syirkah Indonesia

Asy-Syirkah Indonesia adalah Koperasi Syariah berdasarkan prinsip syariah murni sesuai syariat, Kitabullah Wa Sunnatu Rasulillah.

Kaya dan Miskin: Dua Tunggangan Ibadah Menuju Rida Allah Azza Wajalla
Page 5
Kaya dan Miskin: Dua Tunggangan Ibadah Menuju Rida Allah Azza Wajalla
Page 5

Kaya dan Miskin: Dua Tunggangan Ibadah Menuju Rida Allah Azza Wajalla

Ilustrasi simbolis dua jalan yang setara: satu jalan kekayaan (emas) untuk berderma, dan jalan kefakiran (kesederhanaan) untuk bersabar, sesuai konsep Kaya dan Miskin Dua Tunggangan.

Hampir setiap insan di dunia ini memiliki standar yang sama terhadap harta: kaya adalah kebahagiaan, sedangkan miskin adalah musibah. Pandangan ini telah mengakar kuat, seringkali menjebak kita dalam perlombaan dunia yang melenakan. Namun, seorang hamba yang imannya telah teruji dan pandangan syar’i-nya tajam, akan melihat harta dan kefakiran dari perspektif yang jauh berbeda, perspektif ibadah.

Inilah yang diajarkan oleh ulama besar, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah, yang memandang bahwa posisi harta dan kefakiran hanyalah wasilah (perantara) untuk menggapai derajat tertinggi di sisi Allah. Ia menegaskan bahwa Kaya dan Miskin Dua Tunggangan yang sama-sama berharga.

Dua Tunggangan, Satu Tujuan: Pengujian Ketaatan

Ibnu Qayyim rahimahullah memberikan nasihat emas yang merombak cara pandang kita terhadap takdir rezeki. Beliau tidak menolak kekayaan, pun tidak meratapi kefakiran, melainkan melihat keduanya sebagai medan amal yang setara.

Beliau berkata:

الْفَقْرُ وَالْغِنَى مَطِيَّتَانِ مَا أُبَالِي أَيُّهُمَا رَكِبْتُ، إِنْ كَانَ الْفَقْرُ فَإِنَّ فِيْهِ الصَّبْرَ، وَإِنْ كَانَ الْغِنَى فَإِنَّ فِيْهِ الْبَذْلَ

“Kefakiran dan kekayaan itu dua tunggangan, aku tidak perduli mana diantara keduanya yang aku jadikan tunggangan. Jika kefakiran maka sesungguhnya di dalamnya ada kesempatan untuk bersabar dan jika kekayaan maka di dalamnya ada kesempatan untuk berderma.” (Tahdzhib Madarij As-Salikin: 2/604)

Pernyataan ini adalah puncak dari kezuhudan yang sesungguhnya. Seorang hamba yang ikhlas hanya peduli pada ketaatan, bukan pada kondisi duniawi yang ia miliki. Baik Kaya dan Miskin Dua Tunggangan yang bisa mengantarkannya menuju surga, asalkan ia menunaikan hak-hak dari kondisinya tersebut.

Baca Juga : Ujian Akhir Zaman: Ketika Manusia Tak Lagi Peduli Sumber Harta Halal atau Haram

Kekayaan (Al-Ghina): Ladang Syukur dan Pengorbanan

Jika seseorang ditakdirkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadi kaya, maka kekayaan tersebut adalah ujian berupa peluang yang sangat besar untuk beramal. Ujiannya bukan lagi mencari, melainkan mengelola dan mengorbankan.

Kekayaan adalah tunggangan untuk:

  1. Syukur (Ash-Shukr): Menggunakan harta di jalan yang diridai Allah Azza Wajalla.
  2. Berderma (Al-Badzl): Menunaikan zakat, bersedekah, berinfak untuk dakwah, dan membantu sesama.

Seorang hamba yang kaya dan bersyukur, ia adalah sebaik-baik manusia. Dalam konteks ekonomi syariah yang kami usung di Asy-Syirkah, kekayaan yang diupayakan haruslah kekayaan yang berkah, didapat dari Muamalah Syariah yang transparan, sehingga menjadi Badzl yang diterima di sisi-Nya.

Kefakiran (Al-Faqr): Arena Kesabaran

Sebaliknya, jika seseorang ditakdirkan Allah Azza Wajalla dalam kefakiran, ini adalah arena terbesar untuk melatih kesabaran. Kefakiran bukan hukuman, melainkan ujian untuk menguji seberapa besar keyakinan hamba kepada janji rezeki-Nya.

Kefakiran adalah tunggangan untuk:

  1. Sabar (Ash-Shabr): Menerima takdir tanpa mengeluh dan tanpa mengambil jalan haram (seperti riba atau utang pinjol).
  2. Qana’ah: Merasa cukup dengan yang ada dan menjauhi sifat tamak.

Baca Juga : Amalan Paling Utama: Keutamaan Dzikir di Pasar Bagi Pejuang Muamalah Syariah

Pentingnya Muamalah Syariah dalam Menghadapi Ujian Harta

Bagi Shohibus Syirkah di Asy-Syirkah dan seluruh praktisi koperasi syariah, nasihat ini memberikan panduan etika. Tujuan kita bukan hanya sekadar kaya, tetapi kaya yang halal dan bersyukur.

Menjauhi riba dan segala bentuk kecurangan dalam muamalah adalah bentuk kesabaran dan ketaatan tertinggi dalam ekonomi. Baik kaya maupun miskin, kita wajib menjaga harta agar bersih, karena hanya harta yang halal yang akan membawa keberkahan dan menjadi bekal menuju tunggangan Surga.

Sesungguhnya, keutamaan bagi seorang hamba adalah senantiasa berusaha menjadi yang terbaik, baik dalam keadaan kaya maupun miskin.

Sumber Rujukan:

  1. Nasihat Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah dalam Tahdzhib Madarij As-Salikin: 2/604.
  2. Shahih Fiqih: https://shahihfiqih.com/jadikan-kondisimu-untuk-meraih-amal-terbaik/
Picture of Asy-Syirkah Indonesia
Asy-Syirkah Indonesia

Asy-Syirkah Indonesia adalah Koperasi Syariah berdasarkan prinsip syariah murni sesuai syariat, Kitabullah Wa Sunnatu Rasulillah.

All Posts
Postingan Serupa
0%